Problemtika Puisi “Kamus Kecil” Karya Joko Pinurbo Dalam Aspek Citraan dan Estetika Puitiknya


Problemtika Puisi “Kamus Kecil” Karya Joko Pinurbo
Dalam Aspek Citraan dan Estetika Puitiknya

            Sebelum saya melakukan kritik terhadap puisinya Joko Pinurbo atau yang akrab dipanggil Jopin dengan puisinya yang berjudul “kamus kecil” terlebih dahulu mari kita resepsi dulu dengan cermat puisi beliau.
KAMUS KECIL
Karya: Joko Pinurbo
Saya dibesarkan oleh bahasa Indonesia yang pintar dan lucu
Walau kadang rumit dan membingungkan
Ia mengajari saya cara mengarang ilmu
Sehingga saya tahu
Bahwa sumber segala kisah adalah kasih
Bahwa ingin berawal dari angan
Bahwa ibu tak pernah kehilangan iba
Bahwa segala yang baik akan berbiak
Bahwa orang ramah tidak mudah marah
Bahwa untuk menjadi gagah kau harus menjadi gigih
Bahwa seorang bintang harus tahan banting
Bahwa orang lebih takut kepada hantu ketimbang kepada Tuhan
Bahwa pemurung tidak pernah merasa gembira
Sedangkan pemulung tidak pelnah merasa gembila
Bahwa orang putus asa suka memanggil asu

Bahwa lidah memang pandai berdalih
Bahwa kelewat paham bisa berakibat hampa
Bahwa amin yang terbuat dari iman menjadikan kau merasa aman
Bahasa Indonesiaku yang gundah
Membawaku ke sebuah paragraf yang merindukan bau tubuhmu
Malam merangkai kita menjadi kalimat majemuk yang hangat
Dimana kau induk kalimat dan aku anak kalimat
Ketika induk kalimat bilang pulang
Anak kalimat paham
Bahwa pulang adalah masuk ke dalam palung
Ruang penuh raung
Segala kenang tertidur di dalam kening
Ketika akhirnya matamu mati
Kita sudah menjadi kalimat tunggal
Yang ingin tinggal
Dan berharap tak ada yang bakal tanggal

                   (Jokpin,2014)



Joko Pinurbo atau yang akrab dipanggil Jopin merupakan penyair yang berkebangsaan Indonesia yang lahir pada tanggal 11 Mei 1962 di Pelabuhan Ratu,Sukabumi, Jawa Barat. Beliau salah satu orang yang gemar mengarang puisi,dia sudah mengarang puisi sejak berada di Sekolah Menengah Atas (SMA).
Buku kumpulan puisi beliau yang sudah terbit adalah Selamat Malam (1986, Stensial), Parade Kambing (1986, Stensial),dimuat antologi 32 penyair Yogya Tugu (1986),Celana (1999), Di Bawah Kibaran Sarung ( 2001 ),Pacar Kecilku (2002), Trouser Doll (versi bahasa Inggris Celana),Telepon Genggam (2003) dan Kamus Kecil (2014).Karya puisi Jopin memiliki keunikan dan kesegaran tersendiri. Puisi-puisinya banyak menceritakan hal ihwal kehidupan sehari-hari,dari hal yang wajar untuk diikemukakan sampai kepada hal yang tabu (menurut masyarakat),semuanya dikupas,diolah,dan dipoles sehingga menjadi suatu karya yang indah dan mudah untuk dibaca.
Puisi adalah karya sastra,dan semua karya sastra  bersifat imajinatif.Biasanya bahasa sastra bersifat konotatif karena banyak menggunakan makna kias dan makna lambing. Hal  ini disebabkan terjadinya pengkonstrasian segenap kekuatan bahasa di dalam puisi. Kepuitisan dan estetika dari sebuah puisi dapat dicapai dengan bermacam-macam cara,misalnya dengan bentuk visual: tipografi, susunan bait, dengan bunyi, persajakan, asonansi, kiasan bunyi, aliterasi, orkestrasi, dengan pilihan kata (diksi), bahasa kiasan,sarana retorika, unsur-unsur ketatabahasaan,gaya bahasa dan sebagainya.  
Dikutip dari pendapat Altenbernd, dalam mencapai kepuitisan dan estetika sebuah puisi,penyair mempergunakan banyak cara sekaligus,secara bersamaan untuk mendapatkan efek puitis dan estetik yang sebanyak-banyaknya.Antara unsur “ekspresi” sarana kepuitisan yang satu dengan yang lain saling membantu,saling memperkuat dengan kesejajarannya ataupun dengan pertentangannya,semua itu untuk mendapatkan kepuitisan seefektif dan seintensif mungkin.
Banyak hal ataupun kelebihan dari puisi yang berjudul kamus kecil karya Jopin,salah satunya permainan diksi-diksi dengan bunyi yang mirip tetapi berbeda makna,namun walaupun berbeda makna yang ditimbulkan antara diksi-diksi yang mirip,tapi keseluruhan diksi itu mempunyai hubungan yang sangat erat. Mari kita simak baris-baris puisi berikut .

Bahwa sumber segala kisah adalah kasih,bahwa ingin berawal dari angan,bahwa ibu tak pernah kehilangan iba,bahwa segala yang baik akan berbiak,bahwa orang ramah tidak mudah marah,bahwa untuk menjadi gagah kau harus menjadi gigih,bahwa seorang bintang harus tahan banting,bahwa orang lebih takut kepada hantu ketimbang kepada Tuhan,bahwa pemurung tidak pernah merasa gembira,sedangkan pemulung tidak pelnah merasa gembila,bahwa orang putus asa suka memanggil asu,bahwa lidah memang pandai berdalih,bahwa kelewat paham bisa berakibat hampa,bahwa amin yang terbuat dari iman menjadikan kau merasa aman.

Dari baris puisi diatas dapat kita lihat bahwa permainan bunyi sangatlah inik dan khas. Bahwa sumber segala kisah adalah kasih,bahwa ingin berawal dari angan,bahwa ibu tak pernah kehilangan iba, dst. Jelas terlihat permainan vokal dan konsonan yang sangat indah. Dalam baris pertama bait di atas terdapat bunyi kisah dan kasih yang hanya memiliki perbedaan posisi vokal i dan a, yang menyebabkan makna berbeda pula akan tetapi memiliki hubunngan yang sangat erat. Begitu juga dengan baris selanjutnya.
 Jika kita lihat puisi karyanya Jopin yaitu kamus kecil, ada timbul beberapa problem yang dapat saya ungkapkan lewat tulisan ini. Mulai dari citraan, penggunaan diksi-diksi,dan estetika puitiknya.
Kesederhanaan seorang Jopin dalam menyampaikan isi puisinya terkhusus puisi yang berjudul kamus kecil, merupakan aspek yang harus dibahas dalam melakukan sebuah kritik terhadap puisi ini. Dan masih ada aspek lain yang saya ungkit dari puisi “kamus kecil”.
Menurut Pradopo citraan merupakan gambaran-gambaran angan dalam puisi yang ditimbulkan melalui kata-kata. Citraan digambarkan melalui kiasan-kiasan yang merupakan suatu bentuk keindahan dalam bahasa. Jika kita telaah puisinya Jopin yang berjudul kamus kecil maka hampir keseluruhan baris dan baitnya  tidak ada pencitran yang terjadi. Menurut saya inilah salah satu problem dari puisi ini. Seperti yang dikitip dari buku “prinsip-prinsip kritik sastra,teori dan penerapannya  oleh Rachmat Djoko Pradopo” dikatakan bahwa citraan berfungsi untuk mengoptimalkan efek pengukuhan pengalaman indera diri penyair dan membangkitkannya dalam diri pembaca,melalui bahasa tulisan.
Pemilihan diksi-diksi yang sangat sederhana dan tidak menimbulkan kekonotatifan sebuah pemaknaan membuat orang yang meresepsi puisinya Jopin yang berjudul kamus kecil cepat jenuh dan tidak ada lagi rasa penasaran untuk menemukan makna dari puisi tersebut. Seperti yang dikutip dari  bukunya Altenbernd kekonotatifan sebuah puisi merupakan aspek yang harus diperhatikan dalam sebuah puisi. ”Menurut saya hal inilah yang merupakan problem kedua dari karya ini”.
Selanjutnya dalam puisi di atas ada terdapat baris yang sangat mengambigukan pembaca ‘bahwa pemulung tidak pernah merasa gembira sedangkan pemulung tidak pelnah merasa gembila”. Kita tidak tau apa sebenarnya tujuan dari pemilihan diksi yang dilakukan oleh seeorang Jopin apakah itu typo atau ada aspek lain yang ingin disampaikannya. Hal tersebut menjadi sebuah pertanyaan besar bagi seorang penikmat sebuah puisi.



                                                                                    Ditulis oleh Erik D. Siregar
                                                                                    Jambi,2019

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kritik Sastra Terhadap Cerpen "Anak Mercusuar" Karya Mashdar Zinal

Makalah Tentang Iman Kristen dan Iptek

Makalah Budaya Suku Bangsa di Kalimantan dan Sulawesi