Problemtika Puisi “Kamus Kecil” Karya Joko Pinurbo Dalam Aspek Citraan dan Estetika Puitiknya
Problemtika
Puisi “Kamus Kecil” Karya Joko Pinurbo
Dalam
Aspek Citraan dan Estetika Puitiknya
Sebelum saya melakukan kritik
terhadap puisinya Joko Pinurbo atau yang akrab dipanggil Jopin dengan puisinya
yang berjudul “kamus kecil” terlebih dahulu mari kita resepsi dulu dengan
cermat puisi beliau.
KAMUS KECIL
Karya: Joko Pinurbo
Saya
dibesarkan oleh bahasa Indonesia yang pintar dan lucu
Walau kadang rumit dan membingungkan
Ia mengajari saya cara mengarang ilmu
Sehingga saya tahu
Bahwa sumber segala kisah adalah kasih
Bahwa ingin berawal dari angan
Bahwa ibu tak pernah kehilangan iba
Bahwa segala yang baik akan berbiak
Bahwa orang ramah tidak mudah marah
Bahwa untuk menjadi gagah kau harus menjadi gigih
Bahwa seorang bintang harus tahan banting
Bahwa orang lebih takut kepada hantu ketimbang kepada Tuhan
Bahwa pemurung tidak pernah merasa gembira
Sedangkan pemulung tidak pelnah merasa gembila
Bahwa orang putus asa suka memanggil asu
Walau kadang rumit dan membingungkan
Ia mengajari saya cara mengarang ilmu
Sehingga saya tahu
Bahwa sumber segala kisah adalah kasih
Bahwa ingin berawal dari angan
Bahwa ibu tak pernah kehilangan iba
Bahwa segala yang baik akan berbiak
Bahwa orang ramah tidak mudah marah
Bahwa untuk menjadi gagah kau harus menjadi gigih
Bahwa seorang bintang harus tahan banting
Bahwa orang lebih takut kepada hantu ketimbang kepada Tuhan
Bahwa pemurung tidak pernah merasa gembira
Sedangkan pemulung tidak pelnah merasa gembila
Bahwa orang putus asa suka memanggil asu
Bahwa
lidah memang pandai berdalih
Bahwa kelewat paham bisa berakibat hampa
Bahwa amin yang terbuat dari iman menjadikan kau merasa aman
Bahwa kelewat paham bisa berakibat hampa
Bahwa amin yang terbuat dari iman menjadikan kau merasa aman
Bahasa
Indonesiaku yang gundah
Membawaku ke sebuah paragraf yang merindukan bau tubuhmu
Malam merangkai kita menjadi kalimat majemuk yang hangat
Dimana kau induk kalimat dan aku anak kalimat
Membawaku ke sebuah paragraf yang merindukan bau tubuhmu
Malam merangkai kita menjadi kalimat majemuk yang hangat
Dimana kau induk kalimat dan aku anak kalimat
Ketika
induk kalimat bilang pulang
Anak kalimat paham
Bahwa pulang adalah masuk ke dalam palung
Ruang penuh raung
Segala kenang tertidur di dalam kening
Anak kalimat paham
Bahwa pulang adalah masuk ke dalam palung
Ruang penuh raung
Segala kenang tertidur di dalam kening
Ketika
akhirnya matamu mati
Kita sudah menjadi kalimat tunggal
Yang ingin tinggal
Dan berharap tak ada yang bakal tanggal
Kita sudah menjadi kalimat tunggal
Yang ingin tinggal
Dan berharap tak ada yang bakal tanggal
(Jokpin,2014)
Joko Pinurbo atau yang akrab dipanggil
Jopin merupakan penyair yang berkebangsaan Indonesia yang lahir pada tanggal 11
Mei 1962 di Pelabuhan Ratu,Sukabumi, Jawa Barat. Beliau salah satu orang yang
gemar mengarang puisi,dia sudah mengarang puisi sejak berada di Sekolah
Menengah Atas (SMA).
Buku kumpulan puisi beliau yang sudah
terbit adalah Selamat Malam (1986, Stensial), Parade Kambing (1986, Stensial),dimuat
antologi 32 penyair Yogya Tugu (1986),Celana (1999), Di Bawah Kibaran Sarung (
2001 ),Pacar Kecilku (2002), Trouser Doll (versi bahasa Inggris Celana),Telepon
Genggam (2003) dan Kamus Kecil (2014).Karya puisi Jopin memiliki keunikan dan
kesegaran tersendiri. Puisi-puisinya banyak menceritakan hal ihwal kehidupan
sehari-hari,dari hal yang wajar untuk diikemukakan sampai kepada hal yang tabu
(menurut masyarakat),semuanya dikupas,diolah,dan dipoles sehingga menjadi suatu
karya yang indah dan mudah untuk dibaca.
Puisi adalah karya sastra,dan semua
karya sastra bersifat
imajinatif.Biasanya bahasa sastra bersifat konotatif karena banyak menggunakan
makna kias dan makna lambing. Hal ini
disebabkan terjadinya pengkonstrasian segenap kekuatan bahasa di dalam puisi. Kepuitisan
dan estetika dari sebuah puisi dapat dicapai dengan bermacam-macam
cara,misalnya dengan bentuk visual: tipografi, susunan bait, dengan bunyi,
persajakan, asonansi, kiasan bunyi, aliterasi, orkestrasi, dengan pilihan kata
(diksi), bahasa kiasan,sarana retorika, unsur-unsur ketatabahasaan,gaya bahasa
dan sebagainya.
Dikutip dari pendapat Altenbernd, dalam
mencapai kepuitisan dan estetika sebuah puisi,penyair mempergunakan banyak cara
sekaligus,secara bersamaan untuk mendapatkan efek puitis dan estetik yang
sebanyak-banyaknya.Antara unsur “ekspresi”
sarana kepuitisan yang satu dengan yang lain saling membantu,saling memperkuat
dengan kesejajarannya ataupun dengan pertentangannya,semua itu untuk
mendapatkan kepuitisan seefektif dan seintensif mungkin.
Banyak hal ataupun kelebihan dari puisi
yang berjudul kamus kecil karya Jopin,salah satunya permainan diksi-diksi
dengan bunyi yang mirip tetapi berbeda makna,namun walaupun berbeda makna yang
ditimbulkan antara diksi-diksi yang mirip,tapi keseluruhan diksi itu mempunyai hubungan
yang sangat erat. Mari kita simak baris-baris puisi berikut .
Bahwa sumber segala kisah adalah kasih,bahwa ingin berawal dari angan,bahwa ibu tak pernah kehilangan iba,bahwa
segala yang baik akan berbiak,bahwa orang ramah tidak mudah
marah,bahwa untuk menjadi gagah kau harus menjadi gigih,bahwa seorang bintang harus tahan banting,bahwa orang lebih takut kepada hantu ketimbang kepada Tuhan,bahwa pemurung tidak pernah merasa gembira,sedangkan pemulung tidak pelnah merasa gembila,bahwa orang putus asa suka memanggil asu,bahwa lidah memang pandai berdalih,bahwa
kelewat paham bisa berakibat hampa,bahwa amin yang terbuat dari
iman menjadikan kau merasa aman.
Dari baris puisi diatas dapat kita lihat
bahwa permainan bunyi sangatlah inik dan khas. Bahwa sumber segala kisah adalah kasih,bahwa ingin berawal dari
angan,bahwa ibu tak pernah kehilangan iba, dst. Jelas terlihat permainan
vokal dan konsonan yang sangat indah. Dalam baris pertama bait di atas terdapat
bunyi kisah dan kasih yang hanya memiliki perbedaan posisi vokal i dan a, yang menyebabkan makna berbeda pula akan tetapi memiliki
hubunngan yang sangat erat. Begitu juga dengan baris selanjutnya.
Jika kita lihat puisi karyanya Jopin yaitu
kamus kecil, ada timbul beberapa problem yang dapat saya ungkapkan lewat
tulisan ini. Mulai dari citraan, penggunaan diksi-diksi,dan estetika puitiknya.
Kesederhanaan seorang Jopin dalam
menyampaikan isi puisinya terkhusus puisi yang berjudul kamus kecil, merupakan
aspek yang harus dibahas dalam melakukan sebuah kritik terhadap puisi ini. Dan
masih ada aspek lain yang saya ungkit dari puisi “kamus kecil”.
Menurut Pradopo citraan merupakan
gambaran-gambaran angan dalam puisi yang ditimbulkan melalui kata-kata. Citraan
digambarkan melalui kiasan-kiasan yang merupakan suatu bentuk keindahan dalam
bahasa. Jika kita telaah puisinya Jopin yang berjudul kamus kecil maka hampir
keseluruhan baris dan baitnya tidak ada
pencitran yang terjadi. Menurut saya
inilah salah satu problem dari puisi ini. Seperti yang dikitip dari buku
“prinsip-prinsip kritik sastra,teori dan penerapannya oleh Rachmat Djoko Pradopo” dikatakan bahwa citraan berfungsi untuk
mengoptimalkan efek pengukuhan pengalaman indera diri penyair dan membangkitkannya
dalam diri pembaca,melalui bahasa tulisan.
Pemilihan diksi-diksi yang sangat
sederhana dan tidak menimbulkan kekonotatifan sebuah pemaknaan membuat orang
yang meresepsi puisinya Jopin yang berjudul kamus kecil cepat jenuh dan tidak
ada lagi rasa penasaran untuk menemukan makna dari puisi tersebut. Seperti yang
dikutip dari bukunya Altenbernd kekonotatifan sebuah puisi merupakan aspek yang
harus diperhatikan dalam sebuah puisi. ”Menurut saya hal inilah yang
merupakan problem kedua dari karya ini”.
Selanjutnya dalam puisi di atas ada
terdapat baris yang sangat mengambigukan pembaca ‘bahwa pemulung tidak pernah merasa gembira sedangkan pemulung tidak
pelnah merasa gembila”. Kita tidak tau apa sebenarnya tujuan dari pemilihan
diksi yang dilakukan oleh seeorang Jopin apakah itu typo atau ada aspek lain yang ingin disampaikannya. Hal tersebut
menjadi sebuah pertanyaan besar bagi seorang penikmat sebuah puisi.
Ditulis oleh
Erik D. Siregar
Jambi,2019
Komentar
Posting Komentar